Terhitung dari
tanggal penahan Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Timika Steven Itlay
sampai dini kamis 13/10 adalah sudah 198 hari dalam tahanan (penjara) di
Kapolres Mimika. Steven dan beberapa aktivis dapat ditangkap pada tanggal 5
April 2016 depan halaman Gereja GKII Golgota kampung Bintuka SP 13 Timika saat
melaksanakan kegiatan Ibadah dukungan ULMWP menuju anggota tetap di MSG
sekaligus pemberian hadiah piala pada pertandingan yang berlangsung dihalaman
Gereja tersebut.
Dibawah ini alasan
yang diperkuatkan oleh Polisi tentang Penahan Steven Itlay yang kini mencapai 198
hari dan sulitnya memutuskan perkara oleh kejaksaan Timika (HAKIM) PEMBELAH,
Padahal didepan Hakim ada ALKITAB, Baca ini: “Ketua KNPB Timika, Steven Itlay
dapat ditahan atas pelanggaran dasar hukum Indonesia dengan dikenakan pasal 50
tentang MAKAR, Namun kekuatan enam barang bukti yang Polisi disita, diantanya:
Pertama, Enam belas buah Spanduk termasuk bendera Vanuatu, Fiji, Vanuatu, PNG,
Solomon, dan Kanaky. Kedua, Bendera Lambang KNPB dan Lambang bermotif Bintang
Fajar yang dipasang saat melakukan Doa Nasional di tempat kegiatan. Ketiga,
Baju PDL Atribut Kemanan KNPB dan baju-baju bermotif Bintang Fajar milik warga
bangsa Papua. Keempat, Sepatu PDL milik keamanan KNPB. Kelima, Topi baret milik
keamanan KNPB Timika. Keenam, Lima Noken dan Salendang yang bergambar Bintang
Fajar”.
Kapolres Mimika
Yustanto Mujiharso tetap menekan kepada kejaksaan Negeri untuk kasus steven
Itlay harus di selesaikan secara hukum tetapi sementara itu kejaksaan Negeri
Mimika dalam kondisi kebingunan, sebab BHP dan barang buktinya tidak menjamin
dengan pasal MAKAR (penghasutan) yang mereka dimaksudkan. Hal ini sangat
membuktikan bahwa di balik otaknya Kepolisian Resort Mimika dengan sengaja
menciptakan perkara yang tidak ada menjadi ada. Tetapi karena belum adanya
bukti yang jelas maka dinyatakan bahwa kepolisian mimika telah melanggar dasar
hukum yang berlaku di indonesia.
Pada tanggal 5
September 2016 Kejaksaan Negeri Mimika mengembalikan berkasnya kepada
Kepolisian Resort Mimika karena belum adanya barang bukti dan BHP-nya pula
belum lengkap atau tidak seimbang dengan Pasal MAKAR (penghasutannya).
Kita semua tahu bahwa
sesuai dangan aturan Republik Indonesia tentang tahanan mengatakan bahwa dalam
120 hari tidak menemukan barang bukti atau BHP berarti harus di berhentikan
oleh hukum. Tetapi, aparat Indonesia sendiri yang sebagai pelaku makanya mereka
dengan sengaja disembunyikan dimana aturan pelanggaran tersebut yang mereka
melanggar, padahal aturan tersebut kita semua sudah tahu. Disamping itu karena
kepolisian Indonesia sampai pemerintah terkecil di era modernisasi ini dijamin
dan dilindungi oleh Negara.
Padahal Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum dan Demokrasi. Untuk itu,
Seluruh rakyat Indonesia berhak berekspresi, berpolitik, sesuai dengan UU Nomor
12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik. Selain itu,
Rakyat berhak menyampaikan pendapat dimuka umum sebagaimana yang dituangkan
dalam UU Nomor 9 Tahun 2008 dan UU Dasar Negara RI 1945 tentang Kemerdekaan itu
ialah Hak segala Bangsa. Tetapi karena kepolisian itu dilindungi oleh Negara
dan sebagaimana aturan yang ada di Negara Indonesia makanya Tuan Steven Itlay
begitu menderita disana diatas kejujuran dan kebenaran demi bangsa Papua.
Sesuai dengan realita
yang ada dan sedang terjadi di Papua sampai saat ini adalah Pemerintah dan
Aparat Indonesia yang menjadi aktor utama tentang pelanggaran dan memperkosa
aturan UU RI hingga yang terjadi ditanah papua, diantaranya pembunuhan,
penyiksaan, pencurian, penghasutan, penindasan, pemerkosaan kepada warga Papua
sehingga mengakibatkan pelanggaran HAM berat di tanah Papua sebagaimana yang
tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
0 komentar:
Posting Komentar