,

,
Latest News
Sabtu, 11 Februari 2017

SEJARAH TANAH ADAT KAPIRAYA



I.                              SEJARAH TANAH ADAT
Untuk menambah wawasan dan pemahaman sejarah Tanah Adat dari Kapiraya, mulai dari zaman masuknya Injil di Yaweibado, mempunyai catatan peristiwa - peristiwa penting yang terjadi diatas tanah adat yang menggambarkan bahwa setiap perjuangan itu harus membutuhkan pengorbanan , baik pikiran maupun harta benda bahkan jiwa dan raga ikut dipertaruhkan. Dan kami tuliskan juga beberapa keputusan – keputusan Pemerintah, baik keputusan pemerintah pusat maupun keputusan pemerintah daerah yang tidak pernah terealisasi hingga sampai saat ini. Kami rasa ini hal penting yang bermanfaat sebagai informasi bagi suatu gerakan perjuangan dalam menuntut hak –hak adat.
Selanjutnya tulisan ini menerangkan tentang gerakan perjuangan tanah adat atau hak Ulayat Tanah demi mempertahankan dan atau memperjuangkan hak - hak Masyarakat Adat Kapiraya di masa depan.

Kapiraya
Jauh sebelum masuknya Injil di Yaweibado ke tanah masyarakat adat Meepago, Masyarakat Kapiraya sudah Berladang dengan bercocok tanam, yaitu berladang dengan membuka hutan. Setelah hutan dibuka , Masyarakat Kapiraya akan membuka lokasi untuk membangun dimana tempat kediamannya mereka dan berkebun sedangakan suku kamoro juga begitu tetapi suku kamoro  berpindah tempat mencari hutan yang lain, yang kini disebut Uta. Begitulah seterusnya cara bertani masyarakat Kamoro yang diistilahkan sebagai  berpindah - pindah dari satu hutan kehutan yang lain, Namun yang menetap dan tahu tentang tapal batas secara detail adalah suku Mee.
Masyarakat Kapiraya berdiam disekitar pantai selatan Meepago, meski cara berladangnya untuk suku kamoro berpindah-pindah tempat dari sebuah hutan ke hutan yang lain dan pada saat cuacanya cerah lari ke pantai, bukan berarti hutan menjadi rusak. Namun sebagai menetap sebenar – benarnya di Kapiraya yang mana di caplok oleh Kabupaten Mimika adalah suku Mee. Karena proses perladangan khusus untuk suku kamoro diatur oleh Petua Adat atau Pemangku adat.
Penebangan hutan sebelumnya kedua suku tersebut selalu berkontrol, sehingga hutan tidak dibuka atau ditebang sacara liar tetapi kini khususnya kapitaya dan Papua umumnya jadikan tanah Jawa, Kalimatan, Sulawesi, Sumatera, hingga banyak perusahaan Ilegal atau penebangan liar yang masuk dimana wilayah adat Meepago tersebut tanpa ijin dari masyarakat adat. Hal ini terjadi karena belum adanya perhatian penuh dari pemerintah setempat.
Untuk itu kata masyarakat adat Meepago lebih khususnya  Kapiraya, Butuh perhatian dan menangani masalah dimana pencaharian dan perkembangan bercocok tanam yang selama ini di caplok oleh pemerintah kabupaten mimika yang tidak bertanggung  jawab dan tak berhak  dimana wilayah pantai selatan Meepago Kapiraya.
Jika Masyarakat adat memilih seseorang yang dipandang mampu mempertanggung-jawabkan segala tindakannya pada Masyarakat Adat, maka segala penebangan liar dan perusahaan Ilegal yang masuk di wilayah pantai selatan Meepago tidak akan dikelola lagi, Akhirnya peningkatan kekayaan alam di wilayah  adat meepago lebih berkembang dan kekayaan akan SDA.
Untuk selanjutnya Masyarakat adat Meepago lebih tepatnya di pantai selatan akan ditetapkan menjadi pemangku adat yang penting dan dia dapat mempertanggungjawabkannya dihadapan Masyarakat Adat . Pemangku adat dipilih hanya untuk satu orang . Segala peraturan - peraturan yang dikeluarkan oleh pemangku adat ini musti ditaati oleh seluruh warga masyarakat adat.  Peraturan - peraturan inilah yang disebut sebagai Hukum Adat.
Cara berladang suku kamoro yang berpindah - pindah terus berlangsung hingga datangnya orang Belanda untuk mengantar Injil melalui Yaweibado kewilayah Meepago.
Penanaman buah merah dan lainya diatas tanah milik masyarakat adat meepago sebagai bukti dimana tapal batas dan sebagainya berdasarkan kemampuan masyarakat setempat yang dibuat pada tahun 1858. Menurut masyarakat ini semua tokoh – tokoh di Kapiraya hingga perbatasan pantai selatan meepago adalah berada dibawah naungan masyarakat adat. Dengan demikian kapiraya  merupakan bagian dan wilayah masyarakat adat meepago bukan lagi kamoro, namun kehidupan mereka adalah berpindah – pindah tempat.
Setelah masuknya beberapa suku dikapiraya, salah satunya suku kei tanpa memberitahu kepada masyarakat adat meepago dan kamoro maka peningkatan kekayaan alam di wilayah tersebut semakin menurun dan semakin hancur. Selanjutnya suku kei sebagai tuan tanah atau menjadi kekuasaan, Hal terjadi setelah perempuan kamoro menikahi dengan suku kei dan perempuan kei menikahi dengan suku kamoro, makanya mereka bekerja sama untuk mengusir dan mengeran suku mee dari wilayah pantai selatan Kapiraya. Karenanya itu, perkembangan pendekatan manusia di wilayah selatan Meepago berada dalam kerawanan.
Disamping itu, Suku Kamoro lebih meningkat dalam hal Emosional seketika di dorong dan bimbingan dari Pemda tetangga yang selama ini mencaplok wilayah untuk merampas yang mana penuh dengan kekayaan alam.
Oleh karena, Kepada pemerintah di enam kabupaten Meepago segera tangani permasalahan tapal batas ini daripada baku mencaplok dan merampas wilayah secara diam – diam hanya karena kepentingan pemerintah dan melihat kekayaan alam tanpa mengingat sumber daya manusia (SDM) di wilayah pantai selatan Meepago.

II.                           TAPAL BATAS

Kapiraya adalah penuh dengan kekayaan alam dan luas wilayahnya 21.234 km², dengan bukti – bukti batas wilayahnya sudah ada berupa penanaman buah – buahan dan bekas – bekas rumah. Selain itu, ada orang yang lebih tua dari kita untuk meloloskan sejarah jalannya tanah adat wilayah meepago.

Belum adanya pemetaan wilayah dari ke enam kabupaten meepago dan di dampingi oleh Dewan adat Wilayah (DAW) tentang masalah tapal batas.  Diatas masalah tapal batas pernah terjadi perserangan antara kedua suku diatas dorongan dari suku – suku kekerabatan, namun didalam perserangan tersebut pernah terjadi korban tewas, yakni Donatus Dimi alias suku MEE. Kedua masalah (Tapal batas dan Korban tewas) ini belum di selesaikan oleh pihak apapun hingga sampai sekarang, Karena itu masyarakat butuh perhatian serius dari pihak tertentu lebih khususnya pemerintah daerah Meepago melalui kabag tata pemerintahan (Tapem) dan Ketua dewan adat wilayah (DAW).


III.                       KRIMINAL

Setelah Kabupaten tetangga mencaplok atau menyebarluaskan isu – isu masalah tapal batas, maka di kapiraya setelah itu mulai  meningkatkan  permusuhan antara dua suku yang mendiami  disana  yakni kedua suku tersebut adalah suku Mee  dan suku Kamoro. Padahal sebelumnya  mereka hidup seperti adik kakak hingga makan minum dan berburupun sama - sama serta  perjalanan yang begitu jauh juga mereka jalan sama - sama tanpa melihat kebelakang.

Tetapi seketika datangnya isu – isu bujukan dari suku – suku tertentu dibawah dorongan kabupaten tetangga yang tak bisa bertanggung jawab maka di tahun 2015 tepatnya tanggal 23 Oktober  terjadi perserangan antara  dua suku  yang  ada dikapiraya hingga satu orang  korban tewas dan lima orang lainnya luka – luka berat. Berikut nama – namanya:

1.      Donatus Dimi (Mati tewas)
2.      Melkias Kotouki (Luka berat)
3.      Ambrosius Kotouki (Luka berat)
4.      Derek Wogee (Luka berat)
5.      Menase Dimi (Luka berat)
6.      Zeth Kotouki (Luka berat)

Untuk selanjutnya langkah yang kedua belah pihak ambil seketika terjadinya itu didepan kantor kepala kampung  Kapiraya distrik Kapiraya adalah sebagai berikut:

LAPORAN KEJADIAN
        No. 009/LP -23/Kapiraya/2015


Pada hari ini Jumat tanggal dua puluh tiga bulan Oktober tahun dua ribu lima belas jam 09:05  WIT.

Nama                                     : Petrus Kotouki
Umur                                      : 39 Tahun
Jabatan                                              : RT. 06 Kapiraya
Alamat                                   : Kampung Kapiraya Distrik Kapiraya

Dengan sesungguhnya menjelaskan bahwa :

Hari / Tanggal                       : Jumat 23 Oktober 2015
Pukul                                        : 09:05 Wit
Telah Terjadi                            : Perserangan antara dua suku yang berbeda, yakni Suku Kamoro dan Suku
                                                    Mee/Ekari
Lokasi Kejadian                       : Kapiraya depan Kantor Balai Kampung Distrik Kapiraya
Penyebab Kejadian                  : Perserangan terjadi karena beberapa rumah serta isinya yang dibangun
                                                    oleh suku Mee di bongkar oleh Suku Kamoro diatas  perampasan Lokasi
                                                    pembangunan rumah yang sebelumnya miliksuku Mee.
Akibat Yang Ditimbulkan        : Akibat dari kejadian itu Enam orang suku Mee/Ekari Luka –luka Berat.
                                                    Dua antara enam orang tidak bisa tertolong setelah diperiksa dari rumah
                                                    sakit yang terdekat, Makanya lari ke Timika untuk proses pengobatan
             selanjutnya. Dua orang tersebut diantaranya adalah Donatus Dimi dan
             Derek Woge.
Langkah Yang Diambil                      : Apabila kedua orang ini meninggal dunia dalam jangka waktu  10 Tahun
                                                    berarti ini dinyatakan bahwa akibat pukulan dari suku Kamoro,  maka itu
                                                    kami (pihak korban) tetap akan proses melalui jalur hukum yang berlaku.

Demikian Laporan Kejadian ini kami buat dengan sebenarnya sesuai dengan apa yang kami lihat dan alami sebagai bentuk pertanggung jawaban.


Kapiraya, 26 Oktober 2015

Yang Membuat Laporan       Saksi-saksi               Mengetahui,                                    Mengetahui,
     Kepala Suku Mee                                            Kepala Desa                       Kapolsek Distrik Kapiraya



  (  Petrus Kotouki  )     1.  (  Peles Tapipea  )    (  Sabinus Kuwepe  )      (………………………)
 





                                      2. (     Ones Dimi     )


IV MASALAH SOSIAL
Keadaan peningkatan masalah pembangunan diwilayah yang begitu ketinggalan jauh dari wilayah – wilayah tetangga lain, namun karena belum adanya perhatian serius dari pihak  manapun terutama pemerintah daerah wilayah meepago. Karena itu, pembangunan diwilayah  pantai selatan meepago adalah masalah utama  selain dari masalah  tapal batas. Justru karena itu,  kami dari  masyarakat adat meepago meminta perhatian serius dari pemerintah adat meepago tentang dampaknya masalah – masalah sosial yang dapat berlandaskan  di wilayah pantai selatan seperti masalah antara lain:
1.      Masyarakat adat Meepago di Kapiraya tinggal ditempat yang tidak layak artinya tempat tinggal mereka. Untuk itu, Masyarakat minta pembangunan rumah sehat di wilayah pantai selatan Meepago.
2.      Kami juga butuh alat penerangan  di wilayah selatan Meepago.
3.      Pembangunan gedung sekolah dengan berjumlah tiga kelas, Namun di zaman modern ini adalah baku bersaing dalam dunia pendidikan dan kerjaan, Apalagi yang berarti manusia jadi memanusiakan itu sulit.
4.      Pengadaan Obat – obatan dimana Puskesmas pembantu (pustu) yang dibangun kampung Mogodagi dari Pemkab Deiyai tanpa tenaga medis/perawat dan obat – obatan.
5.      Pengadaan Alkitab sebagai perlengkapan di dua gereja yang ada di Kapiraya.
6.      Pembukaan Lapangan Sepak bola dan Volley Ball.
7.      Pemerintah juga segera lancarkan penerbangan tujuan kapiraya ke Deiyai.

V PERKEMBANGAN ISU TAPAL BATAS
Pemda Kabupaten Mimika bekerja sama dengan anggota dewan serta dua lembaga besar yaitu Lembaga masyarakat adat amungme (Lemasa) dan lembaga masyarakat adat kamoro (Lemasko) sampai saat ini bekerja keras untuk mencaplok wilayah pantai selatan Meepago dengan mengatasnamakan Pesisir Pantai Mimika, setelah pemerintah daerah kabupaten dogiyai mengantarkan surat yang berisi tentang penyelesaian tapal batas pada tanggal 6 desember 2016 ke pemda mimika dan kantor DPRD mimika langsung tatap muka diruangannya DPR Komisi A kabupaten Mimika, Muammad Saleh. Selain itu, isu yang berkembang adalah mereka juga direncanakan untuk mau dimekarkan daerah otonomi baru (DOB) dengan nama DAPAK ibukotanya Kapiraya. Selanjutnya mereka juga rencana mau tetapkan lokasi dari kota Timika sampai Yaweibado mau membangun salah satu perusahaan besar yakni diantaranya adalah Pembangunan Smelter atau disebut Pabrik Semen.
Pencaplokan Kapiraya wilayahnya Timika oleh Kabupaten Dogiyai, Deiyai dan Paniai jangan coba – coba, dimana wilayah anda sebenarnya? Jika tidak, kami akan perang. Kata sekertaris III Lemasko Marianus Maknaipeku dalam Media Pers. Mereka terus menerus bicara persoalan tapal batas, baik melalui rapat Intern maupun melalui media cetak maka mereka tidak pernah berdiam diri untuk berbicara persoalan tersebut.
Untuk itu, Kepada pemerintah daerah Meepago segera tangani masalah tapal batas tersebut namun di Kapiraya adalah wilayah yang cukup luas dan mempunyai kekayaan sumber daya alam yang luar biasa. Jika tidak berarti jelaslah bahwa suku – suku kekerabatan yang memimpin kita suku Mee dan menjadi Tuan rumah di pantai selatan Meepago sedangkan Suku Mee adalah tamu atau kelompok numpang diatas tanah adatnya sendiri, Padahal di sana adalah Tanah adat milik suku Mee dan Wilayah Meepago.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: SEJARAH TANAH ADAT KAPIRAYA Rating: 5 Reviewed By: Unknown