I.
SEJARAH TANAH
ADAT
Untuk
menambah wawasan dan pemahaman sejarah Tanah Adat dari Kapiraya, mulai dari
zaman masuknya Injil di Yaweibado, mempunyai catatan peristiwa - peristiwa
penting yang terjadi diatas tanah adat yang menggambarkan bahwa setiap
perjuangan itu harus membutuhkan pengorbanan , baik pikiran maupun harta benda
bahkan jiwa dan raga ikut dipertaruhkan. Dan kami tuliskan juga beberapa
keputusan – keputusan Pemerintah, baik keputusan pemerintah pusat maupun
keputusan pemerintah daerah yang tidak pernah terealisasi hingga sampai saat
ini. Kami rasa ini hal penting yang bermanfaat sebagai informasi bagi suatu
gerakan perjuangan dalam menuntut hak –hak adat.
Selanjutnya
tulisan ini menerangkan tentang gerakan perjuangan tanah adat atau hak Ulayat
Tanah demi mempertahankan dan atau memperjuangkan hak - hak Masyarakat Adat
Kapiraya di masa depan.
Kapiraya
Jauh
sebelum masuknya Injil di Yaweibado ke tanah masyarakat adat Meepago,
Masyarakat Kapiraya sudah Berladang dengan bercocok tanam, yaitu berladang
dengan membuka hutan. Setelah hutan dibuka , Masyarakat Kapiraya akan membuka
lokasi untuk membangun dimana tempat kediamannya mereka dan berkebun sedangakan
suku kamoro juga begitu tetapi suku kamoro
berpindah tempat mencari hutan yang lain, yang kini disebut Uta.
Begitulah seterusnya cara bertani masyarakat Kamoro yang diistilahkan
sebagai berpindah - pindah dari satu
hutan kehutan yang lain, Namun yang menetap dan tahu tentang tapal batas secara
detail adalah suku Mee.
Masyarakat
Kapiraya berdiam disekitar pantai selatan Meepago, meski cara berladangnya
untuk suku kamoro berpindah-pindah tempat dari sebuah hutan ke hutan yang lain
dan pada saat cuacanya cerah lari ke pantai, bukan berarti hutan menjadi rusak.
Namun sebagai menetap sebenar – benarnya di Kapiraya yang mana di caplok oleh
Kabupaten Mimika adalah suku Mee. Karena proses perladangan khusus untuk suku
kamoro diatur oleh Petua Adat atau Pemangku adat.
Penebangan
hutan sebelumnya kedua suku tersebut selalu berkontrol, sehingga hutan tidak
dibuka atau ditebang sacara liar tetapi kini khususnya kapitaya dan Papua
umumnya jadikan tanah Jawa, Kalimatan, Sulawesi, Sumatera, hingga banyak
perusahaan Ilegal atau penebangan liar yang masuk dimana wilayah adat Meepago
tersebut tanpa ijin dari masyarakat adat. Hal ini terjadi karena belum adanya
perhatian penuh dari pemerintah setempat.
Untuk
itu kata masyarakat adat Meepago lebih khususnya Kapiraya, Butuh perhatian dan menangani
masalah dimana pencaharian dan perkembangan bercocok tanam yang selama ini di
caplok oleh pemerintah kabupaten mimika yang tidak bertanggung jawab dan tak berhak dimana wilayah pantai selatan Meepago
Kapiraya.
Jika
Masyarakat adat memilih seseorang yang dipandang mampu mempertanggung-jawabkan
segala tindakannya pada Masyarakat Adat, maka segala penebangan liar dan
perusahaan Ilegal yang masuk di wilayah pantai selatan Meepago tidak akan
dikelola lagi, Akhirnya peningkatan kekayaan alam di wilayah adat meepago lebih berkembang dan kekayaan
akan SDA.
Untuk
selanjutnya Masyarakat adat Meepago lebih tepatnya di pantai selatan akan
ditetapkan menjadi pemangku adat yang penting dan dia dapat
mempertanggungjawabkannya dihadapan Masyarakat Adat . Pemangku adat dipilih
hanya untuk satu orang . Segala peraturan - peraturan yang dikeluarkan oleh
pemangku adat ini musti ditaati oleh seluruh warga masyarakat adat. Peraturan - peraturan inilah yang disebut
sebagai Hukum Adat.
Cara
berladang suku kamoro yang berpindah - pindah terus berlangsung hingga
datangnya orang Belanda untuk mengantar Injil melalui Yaweibado kewilayah
Meepago.
Penanaman
buah merah dan lainya diatas tanah milik masyarakat adat meepago sebagai bukti
dimana tapal batas dan sebagainya berdasarkan kemampuan masyarakat setempat
yang dibuat pada tahun 1858. Menurut masyarakat ini semua tokoh – tokoh di
Kapiraya hingga perbatasan pantai selatan meepago adalah berada dibawah naungan
masyarakat adat. Dengan demikian kapiraya
merupakan bagian dan wilayah masyarakat adat meepago bukan lagi kamoro,
namun kehidupan mereka adalah berpindah – pindah tempat.
Setelah
masuknya beberapa suku dikapiraya, salah satunya suku kei tanpa memberitahu
kepada masyarakat adat meepago dan kamoro maka peningkatan kekayaan alam di
wilayah tersebut semakin menurun dan semakin hancur. Selanjutnya suku kei
sebagai tuan tanah atau menjadi kekuasaan, Hal terjadi setelah perempuan kamoro
menikahi dengan suku kei dan perempuan kei menikahi dengan suku kamoro, makanya
mereka bekerja sama untuk mengusir dan mengeran suku mee dari wilayah pantai
selatan Kapiraya. Karenanya itu, perkembangan pendekatan manusia di wilayah
selatan Meepago berada dalam kerawanan.
Disamping
itu, Suku Kamoro lebih meningkat dalam hal Emosional seketika di dorong dan
bimbingan dari Pemda tetangga yang selama ini mencaplok wilayah untuk merampas
yang mana penuh dengan kekayaan alam.
Oleh
karena, Kepada pemerintah di enam kabupaten Meepago segera tangani permasalahan
tapal batas ini daripada baku mencaplok dan merampas wilayah secara diam – diam
hanya karena kepentingan pemerintah dan melihat kekayaan alam tanpa mengingat
sumber daya manusia (SDM) di wilayah pantai selatan Meepago.
II.
TAPAL BATAS
Kapiraya adalah penuh dengan
kekayaan alam dan luas wilayahnya 21.234 km², dengan bukti – bukti batas
wilayahnya sudah ada berupa penanaman buah – buahan dan bekas – bekas rumah.
Selain itu, ada orang yang lebih tua dari kita untuk meloloskan sejarah
jalannya tanah adat wilayah meepago.
Belum adanya pemetaan wilayah
dari ke enam kabupaten meepago dan di dampingi oleh Dewan adat Wilayah (DAW) tentang
masalah tapal batas. Diatas masalah
tapal batas pernah terjadi perserangan antara kedua suku diatas dorongan dari
suku – suku kekerabatan, namun didalam perserangan tersebut pernah terjadi
korban tewas, yakni Donatus Dimi alias suku MEE. Kedua masalah (Tapal batas dan
Korban tewas) ini belum di selesaikan oleh pihak apapun hingga sampai sekarang,
Karena itu masyarakat butuh perhatian serius dari pihak tertentu lebih
khususnya pemerintah daerah Meepago melalui kabag tata pemerintahan (Tapem) dan
Ketua dewan adat wilayah (DAW).
III.
KRIMINAL
Setelah
Kabupaten tetangga mencaplok atau menyebarluaskan isu – isu masalah tapal batas,
maka di kapiraya setelah itu mulai meningkatkan permusuhan antara dua suku yang mendiami disana
yakni kedua suku tersebut adalah suku Mee dan suku Kamoro. Padahal sebelumnya mereka hidup seperti adik kakak hingga makan
minum dan berburupun sama - sama serta
perjalanan yang begitu jauh juga mereka jalan sama - sama tanpa melihat
kebelakang.
Tetapi
seketika datangnya isu – isu bujukan dari suku – suku tertentu dibawah dorongan
kabupaten tetangga yang tak bisa bertanggung jawab maka di tahun 2015 tepatnya
tanggal 23 Oktober terjadi perserangan
antara dua suku yang
ada dikapiraya hingga satu orang
korban tewas dan lima orang lainnya luka – luka berat. Berikut nama –
namanya:
1. Donatus
Dimi (Mati tewas)
2. Melkias
Kotouki (Luka berat)
3. Ambrosius
Kotouki (Luka berat)
4. Derek
Wogee (Luka berat)
5. Menase
Dimi (Luka berat)
6. Zeth
Kotouki (Luka berat)
Untuk
selanjutnya langkah yang kedua belah pihak ambil seketika terjadinya itu
didepan kantor kepala kampung Kapiraya
distrik Kapiraya adalah sebagai berikut:
LAPORAN
KEJADIAN
No. 009/LP -23/Kapiraya/2015
Pada hari ini Jumat tanggal dua puluh tiga bulan Oktober tahun dua ribu lima belas jam 09:05 WIT.
Nama : Petrus Kotouki
Umur : 39 Tahun
Jabatan : RT. 06 Kapiraya
Alamat
: Kampung Kapiraya Distrik Kapiraya
Dengan sesungguhnya menjelaskan bahwa :
Hari / Tanggal : Jumat 23 Oktober 2015
Pukul : 09:05 Wit
Telah Terjadi : Perserangan antara dua suku yang berbeda, yakni Suku Kamoro dan Suku
Dengan sesungguhnya menjelaskan bahwa :
Hari / Tanggal : Jumat 23 Oktober 2015
Pukul : 09:05 Wit
Telah Terjadi : Perserangan antara dua suku yang berbeda, yakni Suku Kamoro dan Suku
Mee/Ekari
Lokasi Kejadian : Kapiraya depan Kantor Balai Kampung Distrik Kapiraya
Penyebab Kejadian : Perserangan terjadi karena beberapa rumah serta isinya yang dibangun
Lokasi Kejadian : Kapiraya depan Kantor Balai Kampung Distrik Kapiraya
Penyebab Kejadian : Perserangan terjadi karena beberapa rumah serta isinya yang dibangun
oleh suku Mee di bongkar oleh Suku Kamoro diatas perampasan Lokasi
pembangunan rumah yang sebelumnya miliksuku Mee.
Akibat Yang Ditimbulkan : Akibat dari kejadian itu Enam orang suku Mee/Ekari Luka –luka Berat.
Akibat Yang Ditimbulkan : Akibat dari kejadian itu Enam orang suku Mee/Ekari Luka –luka Berat.
Dua antara enam orang tidak bisa tertolong setelah diperiksa dari rumah
sakit yang terdekat, Makanya lari ke Timika untuk proses pengobatan
selanjutnya. Dua orang tersebut
diantaranya adalah Donatus Dimi dan
Derek Woge.
Langkah Yang Diambil : Apabila kedua orang ini meninggal
dunia dalam jangka waktu 10 Tahun
berarti ini dinyatakan bahwa akibat pukulan dari suku Kamoro, maka itu
kami (pihak korban) tetap akan proses melalui jalur hukum yang berlaku.
Demikian Laporan Kejadian ini kami buat dengan sebenarnya sesuai dengan apa yang kami lihat dan alami sebagai bentuk pertanggung jawaban.
Kapiraya, 26 Oktober 2015
Yang Membuat Laporan Saksi-saksi Mengetahui, Mengetahui,
Kepala Suku Mee Kepala Desa Kapolsek Distrik Kapiraya
( Petrus Kotouki ) 1. ( Peles Tapipea ) ( Sabinus Kuwepe ) (………………………)
Demikian Laporan Kejadian ini kami buat dengan sebenarnya sesuai dengan apa yang kami lihat dan alami sebagai bentuk pertanggung jawaban.
Kapiraya, 26 Oktober 2015
Yang Membuat Laporan Saksi-saksi Mengetahui, Mengetahui,
Kepala Suku Mee Kepala Desa Kapolsek Distrik Kapiraya
( Petrus Kotouki ) 1. ( Peles Tapipea ) ( Sabinus Kuwepe ) (………………………)
2. ( Ones
Dimi )
IV MASALAH SOSIAL
Keadaan peningkatan masalah
pembangunan diwilayah yang begitu ketinggalan jauh dari wilayah – wilayah
tetangga lain, namun karena belum adanya perhatian serius dari pihak manapun terutama pemerintah daerah wilayah meepago.
Karena itu, pembangunan diwilayah pantai
selatan meepago adalah masalah utama
selain dari masalah tapal batas.
Justru karena itu, kami dari masyarakat adat meepago meminta perhatian
serius dari pemerintah adat meepago tentang dampaknya masalah – masalah sosial
yang dapat berlandaskan di wilayah
pantai selatan seperti masalah antara lain:
1.
Masyarakat
adat Meepago di Kapiraya tinggal ditempat yang tidak layak artinya tempat
tinggal mereka. Untuk itu, Masyarakat minta pembangunan rumah sehat di wilayah
pantai selatan Meepago.
2.
Kami
juga butuh alat penerangan di wilayah
selatan Meepago.
3.
Pembangunan
gedung sekolah dengan berjumlah tiga kelas, Namun di zaman modern ini adalah
baku bersaing dalam dunia pendidikan dan kerjaan, Apalagi yang berarti manusia
jadi memanusiakan itu sulit.
4.
Pengadaan
Obat – obatan dimana Puskesmas pembantu (pustu) yang dibangun kampung Mogodagi
dari Pemkab Deiyai tanpa tenaga medis/perawat dan obat – obatan.
5.
Pengadaan
Alkitab sebagai perlengkapan di dua gereja yang ada di Kapiraya.
6.
Pembukaan
Lapangan Sepak bola dan Volley Ball.
7.
Pemerintah
juga segera lancarkan penerbangan tujuan kapiraya ke Deiyai.
V PERKEMBANGAN ISU TAPAL BATAS
Pemda
Kabupaten Mimika bekerja sama dengan anggota dewan serta dua lembaga besar
yaitu Lembaga masyarakat adat amungme (Lemasa) dan lembaga masyarakat adat
kamoro (Lemasko) sampai saat ini bekerja keras untuk mencaplok wilayah pantai
selatan Meepago dengan mengatasnamakan Pesisir Pantai Mimika, setelah
pemerintah daerah kabupaten dogiyai mengantarkan surat yang berisi tentang
penyelesaian tapal batas pada tanggal 6 desember 2016 ke pemda mimika dan
kantor DPRD mimika langsung tatap muka diruangannya DPR Komisi A kabupaten
Mimika, Muammad Saleh. Selain itu, isu yang berkembang adalah mereka juga direncanakan
untuk mau dimekarkan daerah otonomi baru (DOB) dengan nama DAPAK ibukotanya
Kapiraya. Selanjutnya mereka juga rencana mau tetapkan lokasi dari kota Timika
sampai Yaweibado mau membangun salah satu perusahaan besar yakni diantaranya
adalah Pembangunan Smelter atau disebut Pabrik Semen.
Pencaplokan
Kapiraya wilayahnya Timika oleh Kabupaten Dogiyai, Deiyai dan Paniai jangan
coba – coba, dimana wilayah anda sebenarnya? Jika tidak, kami akan perang. Kata
sekertaris III Lemasko Marianus Maknaipeku dalam Media Pers. Mereka terus
menerus bicara persoalan tapal batas, baik melalui rapat Intern maupun melalui
media cetak maka mereka tidak pernah berdiam diri untuk berbicara persoalan
tersebut.
Untuk
itu, Kepada pemerintah daerah Meepago segera tangani masalah tapal batas
tersebut namun di Kapiraya adalah wilayah yang cukup luas dan mempunyai
kekayaan sumber daya alam yang luar biasa. Jika tidak berarti jelaslah bahwa
suku – suku kekerabatan yang memimpin kita suku Mee dan menjadi Tuan rumah di
pantai selatan Meepago sedangkan Suku Mee adalah tamu atau kelompok numpang
diatas tanah adatnya sendiri, Padahal di sana adalah Tanah adat milik suku Mee
dan Wilayah Meepago.
0 komentar:
Posting Komentar